AZAS-AZAS DASAR ILMU LINGKUNGAN
Kompetensi dasar:
Setelah
mengikuti kuliah ini, diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan ke-14 azas dasar
dalam ilmu lingkungan.
I.1. Pendahuluan
Ilmu yang sudah berkembang dan
mengeluarkan banyak hasil, model dan teori yang semakin meningkat jumlahnya
seperti Pengetahuan Lingkungan ini tentu saja didasari oleh azas-azas yang
kokoh kuat. Dalam penyajian azas dasar ini akan dilakukan dengan mengemukakan
kerangka teorinya terlebih dahulu dan setelah pola pemikiran dan organisasinya
dipahami baru dikemukakan fakta yang mendukungnya, azas dasar ini sebetulnya
merupakan suatu kesatuan akan tetapi untuk memudahkan pembahasan maka kita
kemukakan/bahas satu persatu menurut urutan logikanya. Tiap azas dasar ini
merupakan suatu gambaran secara keseluruhan bagaimana ilmu lingkungan atau
Pengetahuan Lingkungan dapat dipahami secara bermakna dan lebih kompleks dalam
uraian-uraiannya sehingga lebih bisa dimanfaatkan dalam penerapannya.
I.2. Azas-Azas Dasar
Azas Dasar 1
Semua energi yang memasuki sebuah
organisme hidup populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang
tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang
lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan.
Azas ini sebenarnya serupa dengan
hokum termodinamika pertama, yaitu sebuah azas yang sangat mendasar dalam ilmu
fisika. Azas 1 ini dikenal pula dengan nama hukum konservasi energi. Azas ini
bertanggung jawab untuk menerangkan bahwa energi itu dapat berubah-ubah, dan
semua energi yang memasuki mahluk hidup, populasi atau ekosisitem dapat
dianggap sebagai energi yang tersimpan atau yang terlepaskan. Jadi dalam hal
ini sistem kehidupan itu dinggap sebagai pengubah energi. Dengan demikian
mahluk hidup dapat menyimpan energi dalam bentuk kalori.
Contoh:
Dalam dunia hewan sebagian energi yang
hilang itu, misalnya dalam bentuk fesesnya, sebagian diambil oleh parasit yang
terdapat dalam tubuhnya. Metabolisme hewan kemudian terbagi-bagi ke dalam
beberapa komponen yang dapat mempertahankan dasar kerja tubuh untuk tetap dapat
mempertahankan kegiatannya (metabolisme dalam tubuhnya). Energi yang masuk ke
dalam tubuh hewan itu mengalami pemisahan ke dalam beberapa komponen untuk
maksud yang berbeda-beda sebagai berikut:
Pertama,
pemisahan karena ada energi yang tak terasimilasi.
Kedua,
ada energi yang digunakan sebagai bahan bakar.
Ketiga,
ada energi yang diambil oleh hewan parasit dalam tubuhnya.
Keempat,
ada energi yang terpisah dan menjadi bagian energi yang tergabung dengan bahan
yang dapat digunakan untuk tumbuh dan berbiak dan sebagian disimpan dalam
bentuk lemak sebagai cadangan.
Kelima,
pemisahan energi untuk tumbuh dan berbiak.
Keenam,
pemisahan energi untuk bahan bakar berbagai kegiatan dan energi untuk
menjalankan metabolisme dasar.
Berbagai mahluk hidup/spesies
mempunyai taktik dan strategi sendiri-sendiri dalam mempergunakan energi untuk
melawan semua permainan dalam lingkungan ini dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dalam permainan penggunaan energi itu tergantung kepada
kebutuhannya, kalau mahluk hidup itu ganas maka sebagian besar energinya itu
dipakai untuk menahan berat badannya yang berat itu. Jadi azasnya bahwa penggunaan
energi untuk tergantung kepada keperluan utama dari mahluk hidup tersebut. Lain
halnya dengan manusia, tupai atau harimau mereka relatif memerlukan banyak
makan sebagai sumber energi. Hal ini disebabkan karena mahluk ini lebih banyak
keaktifannya misalnya untuk berfikir, berlari, berayun, meloncat dan sebagainya
dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan tempat hidupnya.
Azas Dasar 2
Tak ada sistem pengubahan energi yang
betul-betul cermat.
Azas ini sama dengan hukum
termodinamika ke dua yang banyak digunakan dalam fisika. Seperti diketahui
bahwa energi itu tak pernah hilang dari angkasa raya, akan tetapi energi itu
akan berubah-ubah terus kedalam bentuk yang kurang bermanfaat. Misalnya burung
atau hewan yang berjalan kesana kemari tak tentu tujuan, maka sebenarnya dia
mengeluarkan panas dari tubuhnya dan energi ini akan terbuang percuma dan tak
ada manfaatnya. Ini berarti bahwa perubahan energi itu betul-betul tak cermat.
Semua mahluk hidup, populasi, komunitas
dan ekosistem dalam penggunaan energi pada umumnya kurang cermat. Yang paling
penting dalam hal ini adalah ketersediaan sumber alam sebagai sumber energi.
Oleh karena itu sumber alam itu ialah segala sesuatu yang diperlukan organisme
hidup, populasi, ekosistem yang pengadaannya hingga ke tingkat optimum atau
mencukupi, akan meningkatkan daya pengubahan energi.
Azas Dasar 3
Materi, energi, ruang, waktu dan
keanekaan hayati semuanya adalah kategori sumber alam.
Pengubahan energi oleh sistem biologi
harus berlangsung pada kecepatan yang sebanding dengan adanya materi dan energi
di alam lingkungannya. Tetapi apakah ruang juga dapat digolongkan sebagai
sumber alam? Ruang sangat penting karena ruang itu dapat mengganggu
keseimbangan karena sempit sehingga padat populasi yang mengakibatkan tingkat
persaingan tinggi. Ruang juga dapat memisahkan jasad hidup dari sumber bahan
makanannya. Ini berate ada isolasi. Waktu sebagai sumber alam tidak merupakan
besaran yang berdiri sendiri, misalnya hewan mamalia di padang pasir. Pada saat
musim kering tiba, persediaan air akan berkurang di alam lingkungannya, mereka
harus berpindah (migrasi) ke tempat yang ada sumber airnya. Dalam perpindahan
itu mereka harus punya cukup waktu dan cukup energi untuk menempuh jarak antara
kedua tempat tersebut.
Azas Dasar 4
Untuk semua kategori sumber alam,
kalau pengadaannya sudah cukup tinggi, pengaruh inti kenaikannya sering menurun
dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat maksimum. Melampaui
batas maksimum ini tak ada pengaruh yang menguntungkan lagi. Karena sudah
terjadi kejenuhan, bahkan mungkin bisa menjadi racun karena telah melewati
titik maksimum.
Azas ini sangat penting misalnya
masalah temperatur/suhu yang melewati batas kegiatan biologi akan dapat
mematikan mahluk tersebut. Dalam azas ini terkandung arti bahwa pengadaan
sumber alam itu mempunyai batas optimum, artinya disini bahwa batas minimum
juga dapat berpengaruh pada kegiatan sistem biologi.
Di dalam suatu keadaan lingkungan yang
sudah stabil populasi hewan dan tumbuhan, cenderung naik turun. Artinya kalau
persediaan makanan berkurang maka populasi juga akan berkurang, demikian
sebaliknya. Fenomena ini yang kemudian dikenal dengan pengaturan populasi
karena faktor-faktor yang tergantung kepada kepadatan (“Density dependant
faktor”).
Azas Dasar 5
Ada dua jenis sumber alam dasar, yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya, dan ada
pula sumber alam yang tak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut.
Tentang kesan merangsang pendayagunaan sumber alam, misalnya kalau satu jenis
hewan sudah mencari berbagai sumber bahan makanan. Kalau kemudian diketahui
bahwa suatu jenis makanan tiba-tiba jumlahnya menjadi banyak di alam, maka
hewan tersebut akan memusatkan perhatian kepada penggunaan jenis makanan yang
tiba-tiba menjadi sangat banyak itu, jadi kenaikan pengadaan sumber alam
(makanan) malah merangsang kenaikan pendayagunaannya.
Azas Dasar 6
Individu dan spesies yang mempunyai
lebih banyak keturunan daripada saingannya, cenderung berhasil mengalahkan
saingannya itu.
Kalau suatu keadaan populasi tiba-tiba
naik dalam kepadatannya, maka akan timbul persaingan. Jasad hidup yang kurang
mampu beradaptasi yang akan kalah dalam persaingan itu. jasad hidup yang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang akan lebih berhasil daripada mereka
yang tidak berhasil menyesuaikan diri. Ini berrti bahwa jasad yang adaptif itu
yang akan mampu menghasilkan lebih banyak keturunan dibanding dengan yang tidak
adaptif. Individu yang adaptif itu mereka yang mmpu menyaingi spesies lain
dalam hal mendapatkan makanan. Jadi pendek kata bahwa jenis atau spesies yang
paling adaptif secermat mungkin menggunakan sumber alamnya yang ada
disekitarnya yang mampu bertahan dan dominan. Hal ini sesuai pula dengan apa
yang dikemukakan oleh ahli evolusi Darwin dan Wallace.
Asas Dasar 7
Kemantapan keanekaan hayati suatu
komunitas lebih tinggi di alam lingkungan yang terdapat keteraturan yang pasti
pada pola faktor lingkungan dalam suat periode yang relatif lama, artinya
keadaan ini mudah diramal.
Kondisi lingkungan pada semua habitat
dapat terjadi turun naik, fluktuasi perubahan lingkungan ini berbeda-beda dari
satu habitat ke habitat lain. Ada keadaan optimum pada faktor lingkungan bagi
kehidupan suatu jenis spesies, maka penting bagi spesies itu untuk mengetahui
berapa lama keadaan tersebut dapat bertahan. Kalau faktor lingkungan itu
berubah sedemikian rupa sampai tak dapat diramal lagi sebelumnya dan akan
terjadi pengaruh pengurangan individu, maka keadaan itu akan mengancam spesies
yang kurang populasinya.
Dalam hal ini ada dua hal yang penting
yaitu: pertama, lingkungan yang stabil secara fisik merupakan sebuah lingkungan
yang terdiri atas banyak spesies dari yang umum hingga yang jarang dijumpai
yang dapat melakukan penyesuaian hingga pada tingkat yang optimum dan yang
kedua: adalah lingkungan yang tak stabil hanya baik dihuni oleh spesies yang
relatif sedikt jumlahnya, dan yang pada umumnya kepadatannya kurang lebih
serupa.
Keadaan lingkungan yang stabil
sepanjang waktu yang lama sekali tidak saja akan melahirkan keanekaan hayati
yang pola penyebarannya kesatuan populasi yang mempunyai arti tertentu/khusus.
Azas Dasar 8
Bahwa sebuah lingkungan hidup
(habitat) itu dapat jenuh atau tidak oleh keanekaan takson, hal ini tergantung
pada bagaimana “niche” (nisia/relung) dalam lingkungan hidup itu dapat
memisahkan takson tersebut.
Sekelompok taksonomi tertentu daripada
suatu jasad hidup ditandai oleh keadaan lingkungannya yang khas. Untuk setiap
spesies itu ada nisianya sendiri. Dengan demikian spesies itu dapat hidup
berdampingan dengan spesies lain tanpa persaingan, karena masing-masing
mempunyai keperluan dan tugas yang berbeda-beda di alam. Seandainya ada suatu
kelompok taksonomi lain yang terdiri dari spesies yang mempunyai cara makan
yang serupa, dan mempunyai toleransi terhadap lingkungan yang bermacam-macam
dan luas, maka jelas dalam lingkungan itu hanya akan ditempati oleh spesies
yang kecil daya keanekaannya.
Azas Dasar 9
Keanekaan
hayati dari suatu komunitas apa saja sebanding dengan biomassa dibagi
produktivitas.
Dalam
suatu system biologi, maka kita harus yakin bahwa pasti ada hubungan antara
biomassa-aliran energi- dan keanekaan hayati. Seandainya suatu system menyimpan
sejumlah materi B (biomassa) dan mengandung aliran energi melalui materi P
(produktivitas) dalam jangka waktu tertentu dan seandainya alairan energi itu
telah berasosiasi sebanding dengan aliran materinya, maka jumlah waktu itu
dapat dinyatakan dalam rumus:
Dengan rumus ini dapat ditentukan bahwa kecermatan
penggunaan aliran energi dalam sistem biologi akan meningkat dengan
meningkatnya kompleksitas organisasi sistem biologi dalam sebuah komunitas.
Azas Dasar 10
Perbandingan antara biomassa dengan
produktivitas (B/P) naik dalam perjalanan waktu pada lingkungannya yang stabil
sehingga mencapai sebuah asimptot.
Azas ini sangat penting sebab berarti
sistem biologi itu menjalani evolusi yang mengarah kepada peningkatan
kecermatan penggunaan energi dalam lingkungan fisik yang stabil, yang
memungkinkan berkembangnya keanekaan hayati. Banyak contoh yang menunjukkan
adanya maksimasi kecermatan penggunaan energi dan minimasi pemborosan energi
dalam perjalanan evolusi organism hidup. Misalnya hewan yang homiotermis dari
lingkungan berikilim dingin cenderung lebih besar ukurannya, jadi mempunyai
resiko luas permukaan atau berat yang lebih rendah, dibandingkan dengan berat
tubuh hewan di daerah dingin untuk menurunkan rasio luas permukaan atau berat
tubuh itu.
Satu hal yang penting kalau azas ini
diterapkan pada fenomena kemanusiaan, ialah bahwa kita sudah melanggar azas ini
dalam kehidupan kita sehari-hari. Apabila suatu masyarakat berkembang makin
maju, memang secara keseluruhan ada penurunan harga per unit, produksi kotor
nasional (“gross national product”), tetapi pada waktu yang sama produksi kotor
nasional perkapita naik dengan sangat cepat, sehingga terjadi peningkatan
pengeluaran energi per orang.
Hal ini dimungkinkan apabila D
(kompleksitas organisasi suatu sistem) meningkat dalam perjalanan waktu serta
habitat yang stabil dan D sebanding dengan B/P, maka B/P harus meningkat pula
dalam habitat yang stabil itu.
Azas Dasar 11
Sistem yang sudah mantap atau dewasa
mengeksploitasi sistem yang belum mantap (belum dewasa).
Ini berarti bahwa ekosistem, populasi
atau tingkat makanan yang sudah dewasa memindahkan energi, biomassa dan
keanekaan hayati tingkat organisasi di dekatnya yang belum dewasa. Dapat berarti
bahwa energi, materi dan keanekaan hayati mengalir melalui suatu gradasi yang
menuju kearah organisasi yang lebih kompleks.
Azas ini dapat dipakai untuk
menerangkan bagaimana lebih banyak orang muda dikampung dan kota kecil mengalir
berkelana ke kota besar, karena keanekaan kehidupan di kota besar yang melebihi
kehidupan di tempat asalnya.
Banyak orang yang berasal dari desa,
setelah tinggal di kota dan meraih sukses sudah enggan pulang ke kampung karena
kehidupan sudah baik.
Banyak peristiwa yang bisa diterangkan
dengan memahami azas ini di dalam melihat fenomena-fenomena yang ada
disekeliling kita.
Azas Dasar 12
Kesempurnaan adaptasi suatu sifat atau tabiat bergantung
kepada kepentingan relatinya di dalam keadaan suatu lingkungan.
Azas ini menjelaskan bagaimana kalau seleksi/pemilihan
berlaku, tetapi keanekaan terus-menerus meningkat dalam perjalanan waktu di
lingkungan yang sudah stabil, maka dapat diharapkan akan adanya perbaikan yang
terus-menerus dalam sifat adaptasi terhadap lingkungan. Dalam sebuah ekosistem
yang sudah mantap dalam lingkungan/habitat yang sudah stabil, keperluan untuk
memiliki sifat responsive terhadap fluktuasi faktor alam yang tak diduga-duga
ternyata tak diperlukan. Yang berkembang justru adaptasi peka dari perilaku
lingkungan biologi dalam habitat itu.
Implikasi yang penting dalam azas ini ialah bahwa populasi
dalam ekosistem yang belum mantap, kurang bereaksi terhadap perubahan
lingkungan fisiokimiawi dibandingkan dengan populasi dalam ekosistem yang sudah
mantap.
Azas Dasar 13
Lingkungan yang secara fisik stabil
memungkinkan berlakunya penimbunan keanekaan hayati dalam ekosistem yang
mantap/dewasa, yang kemudian dapat menggalakkan kestabilam populasi.
Azas ini dikemukakan oleh Jane Jacobs
(1969) seorang arsitektur yang tidak mengetahui dasar-dasar ekologi yang
kemudian secara tidak sadar dalam mengembangkan kota-kota besar di Inggris
menjadi kawasan industri, akhirnya menyadari pentingnya memperluas ruang
lingkup ekologi tumbuhan dan hewan untuk menghindari punahnya mahluk tersebut
akibat dari pencemaran lingkungan yang terus terjadi sebagai akibat revolusi
industry di Inggris.
Lingkungan hidup manusia haruslah
tidak begitu tepat sama dengan lingkungan hidup hewan dan tumbuhan. Dalam dunia
manusia, kota dengan sedikit industri besar mempunyai kecermatan yang besar
sekali dalam penggunaan energi. Dalam dunia tumbuhan dan hewan. Kecermatan yang
tinggi dalam penggunaan energi itu berhubungan erat dengan kekuatan dan ketidak
berbalikan dan keterancaman oleh perubahan yang katatrofik sifatnya.
Aliran energi pada sistem matahari ke
persediaan energi pada minyak, gas bumi, tenaga atom, yang memisahkan manusia
dari dunia tumbuhan dan hewan alami. Dengan demikian manusia tidak khawatir
dalam penggunaan energi tanpa batas dan semaunya. Hal ini sangat membahayakan
untuk generasi masa datang kalau tidak ada usaha untuk melestarikan karena
penggunaaan sumber daya alam yang berlebihan. Dalam dunia tumbuhan dan hewan
(dunia alami) keseimbangan alam itu berlangsung dalam perjalanan masa yang
sangat panjang/lama sekali (proses evolusi).
Kalau kita memperlihatkan gejala dunia
sekarang dimana eksploitasi sumber daya alam sangat berlebih-lebihan, maka kita
memang perlu khawatir tentang kehidupan manusia masa datang. Kita lihat
sekarang bagaimana keanekaan hayati dan pola hidup manusia yang tidak menurun karena
keanekaan hayati yang semakin tipis sebagai akibat ulah manusia sendiri
misalnya dalam pengelolaan hutan yang terus berlanjut. Hewan mamalia, burung
dan jenis hewan lainnya banyak yang terancam bahaya kepunahan, bahkan spesies
serangga juga menurun jumlahnya sebagai akibat kegiatan manusia di muka bumi
ini.
Dari hal-hal seperti inilah maka tidak
heran pada suatu saat timbul ledakan populasi hama pada suatu daerah pertanian
monokultur. Parasit pemangsa/predator jumlahnya menurun, sehingga kemampuan memangsa
parasit hama menurun pula. Dalam usaha pembasmian hama, biasanya tanpa sadar
yang terberantas sebenarnya adalah musuh alaminya, bukan hamanya dan inilah
yang menyebabkan timbulnya ledakan atau “outbreak” hama.
Azas Dasar 14
Derajat pola keteraturan naik-turun
populasi bergantung kepada jumlah keturunan dalam sejarah populasi sebelumnya
yang nanti mempengaruhi populasi itu.
Azas ini sebenarnya berbalikan dengan azas
13, tak adanya keanekaan yang tinggi dalam rantai makanan dalam sebuah ekosistem
yang belum mantap, menimbulkan derajat ke tidak stabilan populasi yang tinggi.
Ketidakstabilan atau turun naiknya populasi itu sangat dipengaruhi oleh
perpanjangan waktu atau energi suatu sistem. Kesinambungan energi dalam suatu
sistem sangat diperlukan dan apabila suatu sumber daya terputus, maka sistem
akan berubah atau terputus dan mengakibatkan timbulnya suatu keadaan yang
membuat sekelompok populasi jumlahnya meningkat. Taruhlah misalnya burung elang
yang makanannya adalah tikus tanah dan tikus tanah ini makanannya adalah
tumbuhan, sedangkan tumbuhan tergantung kepada kesuburan tanah dan seterusnya.
Pada suatu saat, misalnya terjadi kerusakan tumbuhan, maka bukan saja mansia
yang rugi karena tanaman itu rusak, akan tetapi juga tikus, demikian pula elang
dan seterusnya akan rugi karena tidak mendapatkan makanan. Hal inilah yang
mendasari pemikiran mengenai azas ini dalam hal turun naiknya populasi yang
sangat bergantung kepada jumlah populasi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ferial, E. W.,
Mattimu, A. 2009. Pengetahuan Lingkungan
Edisi 9.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ryadi, A. L. S.
1981. Ecology, Ilmu Lingkungan,
Dasar-Dasar dan
Pengertiannya. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.
Ryanto, Nurkin,
A. 1985. Ekologi Dasar. Bks Intim.
Setaidi, D.,
Puspa Dewi T. 1989. Dasar-Dasar Ekologi.
Penerbit Pusat Ilmu
Hayat. Institut Pertanian Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar