Jumat, 19 Juni 2015

Analisis Random Amplified Polymorfic DNA pada tujuh aksesi jarak pagar (Jatropha curcus) lokal

Analisis Random Amplified Polymorfic DNA pada tujuh aksesi jarak pagar (Jatropha curcus) lokal

Analisis karakter tanaman secara molekuler dapat membantu kegiatan pemuliaan tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi hasil analisis Random Amplified Polymorfic DNA (RAPD) pada tujuh aksesi jarak pagar ( Jatropha curcus) lokal. penelitian dilaksanakan di Laboratorium molekuler, Pusat Pengembangan Bioteknologi, Universitas Muhammadiyah Malang, menggunakan 7 aksesi Jatropha curcus: HS 49, SP 16, SP 38,SP 8, SM 33,SP 34,SM 35 dengan 5 jenis primer: OPA 2,OPA 9, OPA 13,OPA 18 dan OPA 20. Hasil analisis menunjukkan jumlah pita DNA yang dihasilkan pada masing-masing primer bervariasi antara 39 pita, paling banyak diperoleh dari primer OPA 18 (54 pita), sedangkan yang paling sedikit diperoleh dari primer OPA 20 (21 pita). Ukuran alel terpanjang dideteksi pada primer OPA 9 (1,078 bp) dan terpendek yaitu 118 bp dideteksi pada primer OPA 9 dan OPA 18. Nilai koefisien kekerabatan berkisar antara 75-97%. Aksesi SM 33 dan SP 34 memiliki tingkat kemiripan genetik paling tinggi (97%). sedangkan aksesi HS 49 dan SP 8 menunjukkan kemiripan genetik 91%. Kelompok aksesi SM 33 dan SP 34 memiliki kemiripan genetik dengan nilai koefisien 88% dengan kelompok aksesi HS 49 dan SP 8, serta antara SP 16 dan SM 35.

Peneliti : Maftuchah, Agus Zainudin. 


Keragaman genetik kerang darah (Anadara granosa)di perairan pesisir utara Jawa bagian barat berdasarkan analisa DNA mitokondria gen COI

Keragaman genetik kerang darah (Anadara granosa)di perairan pesisir utara Jawa bagian barat berdasarkan analisa DNA mitokondria gen COI


Perairan intertidal merupakan perairan yang dinamis dan fluktuatif, sehingga organisme yang hidup di wilayah tersebut perlu mengembangkan daya adaptasi yang tinggi untuk dapat hidup di lingkungan lokal. Perbedaan karakteristik perairan mendorong organisme yang berasal dari satu spesies mengembangkan strategi adaptasi yang berbeda dan menyebabkan keragaman fenotipik dan genotipik organisme tersebut. Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu oganisme intertidal yang memiliki daya adaptasi tinggi dan dapat hidup pada rentang lokasi geografis yang lebar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik kerang darah pada beberapa lokasi geografis yang berbeda berdasarkan marka molekuler gen COI dengan metode PCR-RFLP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keragaman genetik tertinggi ditemukan pada kerang darah dari perairan teluk Lada, Pendagelang diikuti oleh keragaman genetik di perairan Cirebon dan teluk banten. Tingkat keragaman genetik tersebut berkorelasi dengan karakteristik perairan dan tekanan penangkapan.

Peneliti : Lalu panji Imam, Kadarwan Suwardi, Nurlisa Alias Butet.  

Kamis, 18 Juni 2015

Karakterisasi gen ketahanan terhadap suhu tinggi HSP70 pada anggrek Vanda tricolor var. suavis forma merapi

Karakterisasi gen ketahanan terhadap suhu tinggi HSP70 pada anggrek Vanda tricolor var. suavis forma merapi


Vanda tricolor Lind.var.suavis forma merapi merupakan anggrek alam indonesia yang banyak tumbuh di lereng gunung merapi dan menjadi maskot propinsi D.I Yogyaktarta. Kemampuan V.tricolor untuk bertahan hidup di lereng gunung merapi yang sering dilanda awan panas (pyrroclastic flows) akibat sering terjadinya letusan gunung merapi yang sangat aktif tersebut, menunjukkan adanya ketahanan terhadap suhu tinggi, yang kemungkinan besar disebabkan oleh peran Heat shock protein (HSP) sebagai molekul chaperon. Penelitian ini bertujuan HSP70 pada V.tricolor var. suavis forma merapi. Metode penelitian dilakukan dengan mengisolasi HSP70 cDNA dari pustaka cDNA daun V.tricolor forma merapi berumur 2 tahun menggunakan 2 set degenate primers HSP70F1R1 dan HSP70F2R2, menghasilkan HSP70cDNA sekitar 600bp. Basic local alignment search tool (BLAST) dan BioEdit pohon filogenetik dianalisis dengan software online MOTIF search (http://www.genome.jp/tools/motif). Hasil penelitian menunjukkan teramplifikasi HSP70cDNA dengan primer HSP70F1R1 dan HSP70F2R2, masing-masing dengan panjang 600 bp dan 680 bp. Allignment sekuen cDNA hasil PCR menghasil 1212 bp cDNA. Analisis filogenetik berdasarkan sekuen asama amino HSP70 cDNA menunjukkan adanya kemiripan dengan HSP70 organisme lain sebesar 82-85% diantaranya dengan tanaman Zea mays (82%), Deandrobium officinale (84%), Arabidopsis lyrata (84%) dan Malus domesticus (85%). Pada HSP70 V.tricolor terdapat domain yang converse untuk semua jenis HSP yaitu nucleutide binding site sugar-kinase HSP70 actin superfamily pada asam amino urutan 1-400, Pox Ag35 superfamily pada asam amino urutan 750-110, serta NAD-GH pada asam amino 250-800. Ketiga domain ini HSP70 V.tricolor pada asam amino 96-110 memiliki urutan sekuen dengan pola spesifik HSP70, yaitu (LIVMY)-x-(LIVMF)-x-G-G-x-(ST)-(LS)-(LIVM)-P-x-(LIVM)-x-(DEQKRSTA). Analisis filogeni yang dilakukan dengan membandingkan protein HSP70 V.tricolor dengan protein HSP70 organisme lain menunjukkan bahwa V.tricolor memiliki asam amino spesifik yang menjadi penciri protein HSP70 v.tricolor, sehingga mampu bertahan di habitat dengan suhu tinggi. 

Peniliti : Endang Semiarti, Rozikin


Rabu, 17 Juni 2015

Deteksi Polimorfisme gen growth hormone (GH) pada sapi Sumba Ongole (SO)

Deteksi Polimorfisme gen growth hormone (GH) pada sapi Sumba Ongole (SO)

Peran penting gen growth hormone (GH) dalam proses pengaturan pertumbuhan menjadi salah satu alasan gen tersebut digunakan sebagai kandidat penciri genetik dalam seleksi berbasis penciri genetik atau dikenal sebagai marker assisted selection (MAS) pada sapi. Keunggulan sapi Sumba Ongole (SO) (Bos indicus) pada sifat pertumbuhan dan produksi karkas merupakan potensi yang perlu digali lebih lanjut melalui teknologi molekuler dengan harapan dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bangsa sapi potong lokal unggul. Penelitian merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mendeteksi adanya polimorfisme gen GH pada sapi SO. Sebanyak 65 ekor sapi SO digunakan untuk penelitian ini. Polimorfisme gen GH target dideteksi menggubnakan metode polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR_RFLP) dan dilanjutkan dengan analisis sekuensing. Gen GH target sepanjang 1072 pasang basa (pb) diamplifikasi menggunakan sepasang primer yang didesain berdasarkan sekuen dari Genbank nomor akses EF592534 pada suhu optimum annealing 57C. Deoxyribonucleic acid (DNA) hasil amplifikasi selanjutnya dipotong menggunakan enzim restriksi Mspl dan hasilnya divisualisasi menggunakan gel elektroforesis. Hasil analisis PCR-RFLP menunjukkan adanya polimorfisme pada gen GH target dari DNA sapi SO dengan munculnya 3 varian pola pita. Berdasarkan hasil alignment sekuen gen GH target pada sampel DNA sapi SO dengan sekuen dari Genbank (nomor akses EF592534), terdapat sampel yang diketahui mengalami mutasi di daerah intron 3 dan intron 4. Mutasi di intron 3 berupa subtitusi nukleutida Thymine (T) dengan Cytosine (C) di titik 1047 bp, sedangkan mutasi di intron 4 berupa insersi nuklutida C diantara titik 1395 bp dan 1396 bp. Hasil penelitian ini menjadi dasar untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar dan analisis kemungkinan digunakannya gen GH sebagai penciri genetik untuk sifat pertumbuhan dan karkas pada sapi SO.

Peniliti : Saiful Anwar, Paskah Partogi Agung, Ari Sulistyo Wulandari, Baharuddin Tappa

 

Selasa, 16 Juni 2015

Keragaman gen B-Laktoglobulin kambing perankan Etawa (PE) di Jawa Tengah

Keragaman gen B-Laktoglobulin kambing perankan Etawa (PE) di Jawa Tengah

Kambing Peranakan Etawa (PE) (Capra aegagrus hircus) merupakan salah satu ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daging maupun susu. Protein susu kambing PE meliputi kasein dan whey, dimana komponen utama whey adalah B-Laktoglobulin, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik B-Laktoglobulin pada 76 ekor kambing PE dari Jawa Tengah. Genotyping menggunakan metode polymerase chain reaction-restriction fragment length Polymorphims (PCR-RFLP) dengan enzim restriksi CFr421. Frekuensi genotip dan frekuensi alel dihitung menggunakan metode NEi. Keseimbangan Hardy-Weimberg dihitung menggunakan Uji Chi Quadrat. Genotyping gen B-Laktoglobulin pada kambing PE pengamatan bersifat polimorfik yang menghasilkan dua tipe alel (A dan B); B diperoleh sebesar 0,70 dan 0,30; sedangkan frekuensi genotip AA, AB dan BB berurutan 0,42; 0,57; 0,01. Gen B-Laktoglobulin kambing PE pengamatan tidak berada keseimbangan Hardy Weimberg.

Peneliti : Burhansyah, Artini Pangastuti, Noor Handajani, Sutarno.

Senin, 15 Juni 2015

Biodiversitas Gastropoda Epifauna di Kawasan Mangrove Perairan Bontolebang Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan

ABSTRAK

        Penelitian tentang Biodiversitas Gastropoda epifauna di daerah Mangrove Perairan Gusung, Desa Bontolebang,  Kec.Bontoharu, Kab. Kep. Selayar, Sulawesi Selatan, telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis gastropoda Epifauna di Perairan Bontolebang. Pengamatan dilakukan pada 6 stasiun yang terdiri dari 6 ulangan. Pengambilan sampel gastropoda dilakukan dengan plot menggunakan plot berukuran 2 x 2 m. Masing-masing titik sampling berjarak 10 m. Pada setiap titik sampling dilakukan 1 kali pengambilan sampel gastropoda secara acak sistematis. Analisis indeks ekologi meliputi: keanekaragaman jenis, keseragaman, dominansi dan pola penyebaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis gastropoda yang tergolong dalam 3 suku. Spesies gastropoda didominasi oleh Littorina scabra dengan kepadatan 325 ind/m2. Hasil analisis data menunjukkan indeks keanekaragaman tergolong rendah di tiap-tiap stasiun, berkisar antara 0,02-0,12. Nilai indeks ekologi menunjukkan  kestabilan komunitas di perairan Bontolebang tergolong rendah dengan kondisi perairan terganggu.

Kata kunci : Biodiversitas Gastropoda Epifauna, Kawasan Mengrove, Perairan Bontolebang.

 

PENDAHULUAN

         Perairan Indonesia dikenal kaya akan sumberdaya hayati laut yang beraneka ragam seperti alga, lamun dan mangrove. Laut seperti halnya dengan daratan yang dapat dihuni oleh makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Tingginya keanekaragaman makhluk hidup, tidak kurang dari 833 jenis tumbuh-tumbuhan laut (alga, lamun dan mangrove), 910 jenis karang (Coelenterata), 850 sponge (Porifera), 2500 kerang dan keong (Moluska), 1502 jenis udang dan kepiting (Crustacea), 745 jenis hewan berkulit duri (Echinodermata), 2000 jenis ikan (Pisces), 148 jenis burung laut (Aves) dan 30 jenis hewan menyusui laut (mamalia) diketahui hidup di Laut (Dinas Kelautan dan Ketahanan Pangan, 2005).   Berbagai jenis hewan hidupnya tergantung pada ekosistem mangrove, baik itu langsung maupun tak langsung. Ada hewan yang tinggal menetap adapula yang sementara. Sebagian besar wilayah mangrove di desa Bontolebang ini telah dikonversi menjadi kawasan tambak sehingga secara langsung akan mempengaruhi komposisi dan kelimpahan makrozoobenthos, khususnya gastropoda. Organisme ini dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas buruk. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang sudah terkontaminasi bahan organik. Oleh karena itu, keberadaan organisme tersebut sangat penting dalam ekosistem mangrove karena dapat berfungsi sebagai indikator kestabilan lingkungan utamanya daerah perairan.
     Gastropoda merupakan kelompok hewan yang paling kaya akan jenis. Beberapa spesies gastropoda dikenal memiliki daging yang lezat dan bernilai ekonomi tinggi, seperti: Abalone Chalyotis sp, Bekicot Achatina fulica, dan laim-lain . Selain dagingnya yang lezat, bentuk, tekstur dan warna cangkang yang indah dari gastropoda menjadi daya tarik sendiri untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan tangan atau souvenir. Namun, beberapa jenis gastropoda seperti Triton Charonia tritonis , Kepala kambing Cassis cornuta ,dll. Spesies ini sudah jarang ditemukan sehingga populasinya kini dilindungi oleh Undang-Undang (PP No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan hewan dan tumbuhan) (Rahmawati, 2005). 

METODE PENELITIAN

       Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plot berukuran 2 x 2 m, kertas bawah air, kamera bawah air, Global Positioning System (GPS), pinset, fins, bootish, termometer, nampan, Refraktometer, kertas lakmus, rol meter, gunting, spidol, tali nilon, isolasi, pensil dan buku identifikasi gastropoda. 
        Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel gastropoda, alkohol 70%, kertas label, plastik sampel, tisu gulung dan substrat/sedimen dari hutan bakau.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis dengan menggunakan plot ukuran 2 x 2 m. Sampel diambil secara acak dengan mengambil gastropoda yang berada diatas permukaan air tepatnya yang menempel di perakaran mangrove. Sampel yang sudah diambil dimasukkan kedalam kantong sampel yang telah diberi kertas label. Lalu sampel diawetkan menggunakan alkohol 70 % dan formalin 4 %. Kemudian sampel difoto untuk didokumentasikan dan selanjutnya  dibawa ke Laboratorium untuk identifikasi lebih lanjut .

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Jenis

        Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian, diperoleh jumlah total gastropoda sebanyak 348 individu yang terdiri dari 5 jenis, dimana spesies gastropoda didominasi oleh jenis  Littorina scabra.

B. Kepadatan Mutlak dan Kepadatan Relatif

         kepadatan mutlak spesies gastropoda di stasiun I adalah  18,8  ind/m2 dan di stasiun II berkisar antara 0,8 – 12,0 ind/m2, pada stasiun III berkisar antara 0,5 – 9,0 ind/m2, pada stasiun IV berkisar antara 0,5 – 15,3 ind/m2, pada stasiun V berkisar antara 0,5 – 7,5 ind/m2, sedangkan pada stasiun VI berkisar antara 0,3 – 18,8 ind/m2. Kepadatan tertinggi ditemukan pada spesies  Littorina scabra berkisar 7,5-18,8 ind/m2 dan terendah pada spesies Orania mixta  yaitu  0,5 ind/m2, 
         Kepadatan relatif spesies gastropoda di stasiun1  berkisar 0 – 25,0%. Pada stasiun I yaitu 25,0%  dan di stasiun II berkisar antara 1 – 16,0%, pada stasiun III berkisar antara 0,67 – 12,0%, pada stasiun IV berkisar antara 0,67 – 20,33%, pada stasiun V berkisar antara 0,67 – 10,0%, sedangkan  pada stasiun VI berkisar antara 0,33 – 25,0%.. Kepadatan tertinggi diperoleh spesies  Littorina scabra yaitu berkisar 25% dan kepadatan terendah diperoleh Orania mixta sekitar 0,67%. 

C. Indeks Keanekaragaman (H’) 

        Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa keanekaragaman jenis gastropoda pada masing-masing stasiun berkisar antara 0,11 – 0,2 dimana terendah 0,11 berada di stasiun 3 dan tertinggi 0,2 di stasiun 5 (Tabel 4). Menurut Brower et al., (1990) seluruh nilai yang terhitung memiliki nilai keanekaragaman kurang dari 2 (H < 2). Kondisi ini menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah yang berarti kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan telah terganggu.

D. Indeks Keseragaman (E)

   Analisis data gastropoda dari masing-masing stasiun menunjukkan, bahwa nilai indeks keseragaman yang diperoleh berkisar antara 0,06 – 0.12 dimana terendah 0,06 berada di stasiun 1 dan tertinggi 0,12 di stasiun 4  (Tabel 4). Berdasarkan kriteria menurut Krebs (1985), indeks keseragaman dari komunitas gastropoda yang ada di padang mangrove tersebut tergolong dalam kategori tertekan . Odum (1993) menyatakan bahwa nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 3. Nilai indeks ini menunjukkan penyebaran individu, apabila indeks tersebut 0,75 < E < 3, maka kondisi ekosistem relatif stabil karena jumlah individu tiap spesies yang hidup di daerah tersebut relatif sama. Apabila indeks keseragaman 0,5 < E < 0,75 , maka organisme pada komunitas tersebut menunjukkan keseragaman tidak stabil, sedangkan bila indeks keseragaman mendekati nol ( 0 < E < 0,5 ) maka organisme pada komunitas tersebut tidak tertekan.   

E. Indeks Dominansi (C)

    Berdasarkan hasil analisis data terhadap gastropoda yang disampling pada masing stasiun penelitian, diperoleh nilai indeks dominansi berkisar antara 0 – 1 (Tabel 5). Nilai indeks ini termasuk kategori rendah sampai tinggi, dimana dominansi terendah terdapat pada stasiun V yaitu sekitar 0,62 sedangkan tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sekitar 1. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat stasiun pengamatan yang tidak mengalami dominansi jenis gastropoda tertentu, namun terdapat pula stasiun yang didominansi satu atau beberapa jenis tertentu.

F. Pola Penyebaran (Id)

     Berdasarkan hasil perhitungan pola sebaran didapatkan pola sebaran individu yang seragam hampir semua jenis gastropoda, Orania mixta pola sebarannya mengelompok, sedangkan jenis Nerita undata pola sebarannya acak . Pola sebaran mengelompok ini menurut Odum (1993) terjadi karena terjadinya persaingan individu sehingga mendorong pembagian ruang secara mengelompok. Berdasarkan kriteria Brower et al, (1998), jika nilai Indeks penyebaran kurang dari  satu (Id < 1) maka pola penyebaran yang terbentuk adalah pola penyebaran seragam, jika nilai indeks penyebaran sama dengan satu (Id = 1), maka pola penyebaran yang terbentuk adalah acak, sedangkan jika nilai indeks penyebaran lebih dari satu (Id > 1), maka pola penyebaran yang terbentuk adalah mengelompok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola penyebaran gastropoda secara umum di daerah mangrove pantai gusung desa Bontolebang  cenderung seragam.

Kesimpulan

       Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa di mangrove  perairan Desa Bontolebang ditemukan 5 jenis gastropoda yang terdiri 3 famili. Spesies gastropoda didominasi oleh Littorina scabra. Indeks keanekaragaman jenis pada indeks biologi tergolong rendah masing-masing stasiun berkisar antara 0 – 0,35. Sehingga kawasan mangrove pantai Bontolebang bisa disimpulkan terganggu.