Rabu, 08 April 2015

PENDUGAAN POPULASI SATWA LIAR DAN ANALISIS HABITAT

PENDUGAAN POPULASI SATWA LIAR DAN ANALISIS HABITAT

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) :
Mahasiswa mampu mengaplikasikan metode pendugaan kepadatan populasi he- wan liar yang tidak mudah tertangkap
DASAR TEORI
Jumlah satwa liar pada habitatnya di alam bebas (hutan), merupakan salah satu ben­tuk kekayaan dan keanekaragaman (biodiversity) sumberdaya alam hayati, karena itu perlu dilakukan perlindungan. Untuk dapat melakukan perlindungan perlu diketahui jum­lah dan sebarannya pada habitat satwaliar. Penentuan jumlah satwaliar tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metoda sensus yang memudahkan kita untuk melakukan esti­masi populasinya. Walaupun belum dapat diketahui jumlahnya secara pasti, namun meto­de ini merupakan cara untuk mendata populasi mendekati jumlah sebenarnya di habitat hidup satwa liar. Metode yang dapat dilakukan dianta-ranya dengan metoda transek, yang merupakan salah satu metoda sensus satwa liar dengan cara pengamatan satwa pada jalur yang telah ditentukan dengan lebar jarak pengamatan dari garis tengah jalur selebar 25 m. Selain metoda transek digunakan pula metoda point count; yaitu pengamatan satwa liar pada plot sampel berbentuk lingkaran dengan jari-jari lingkaran 25 m. Metode di atas me­rupakan salah satu cara yang dipakai untuk sensus dan mengestimasi populasi satwa liar dalam habitat hidupnya. Estimasi Kepadatan Populasi Satwa
Metode yang dipergunakan untuk mengestimasi kepadatan populasi satwa di habi­tatnya adalah Metode line transect (Transek Garis), Metode IPA (Indeks Point of Abundance), metode Visual Encounter Survey (VES),
a. Metode line transect (Transek Garis)
Pada dasarnya metode transek garis (line transect) hampir sama dengan meto­de transek jalur, langkah yang dilakukan pun juga sama dengan metode transek ja­lur. Namun, perbedaan yang paling mendasar adalah: tidak ditentukan jarak ke kanan dan ke kiri, jarak antara satwa liar dan pengamat ditentukan, dan sudut kontak antara satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan harus dicatat. Line transects adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat; baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat. Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satwa secara bersamaan.
Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah:
- Satwa dan garis transek terletak secara random
- Satwa tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi
- Tidak ada satwa yang terhitung dua kali (double account)
- Seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu sama lainnya.
- Seekor satwa yang terbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya
- Respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan pengamat tidak berubah selama dilakukan sensus
- Habitat homogen, bila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi
Pendugaan populasi pada metode transek garis dapat dilakukan dengan mengguna­kan metode Poole ataupun Webb. Model untuk persamaan Poole (Poole Methods) adalah :
P = D. A
∑ xi. (2∑ xi + 1)
D=
2 ∑ Lj. dj
∑ ri . Sin ΞΈi
dj            =                         -
nj
Keterangan:
D = Kepadatan populasi (indiv/km2P = Populasi dugaan (individu)
A = luas wilayah pengamatan (km2x= jumlah individu pada kontak ke-i Lj = panjang transek jalur ke-j (m)

dj = rata-rata lebar kiriatau kanan jalur ke j (m)
nj = jumlah kontak pada jalur ke-j
b. Metode IPA (index point of abundance)
Metode IPA (index point of abundance) merupakan metode pengamatan burung dengan mengambil sampel dari komunitas burung untuk dihitung dalam waktu dan lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri pada titik tertentu pada ha­bitat yang diteliti kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang waktu tertentu. Pengamatan dilakukan melalui perjumpaan langsung (visual) dan tidak langsung (suara). Parameter yang dicatat adalah jenis, jumlah yang ditemukan, aktivitas, posisi burung pada tajuk pohon, struktur dan jenis vegetasi yang digunakan burung. Perjumpaan terhadap jenis burung di luar titik pengamatan tidak diperhitungkan. Metode titik dimana pengamat diam pada suatu titik denganbentu areal pengamatan model lingkaran dengan jarak pandang 20 – 50 m dan mencatat satwa apa saja yang masuk ke wilayah pengamatan.
Keuntungan dari metode ini adalah lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan. Metode point count ini digunakan dengan cara mengamati keberadaan satwa se­cara langsung dan / atau dengan mendengarkan suaranya (pengetahuan tentang jenis-jenis suara satwa sangat penting), di dalam lingkaran dengan radius yang telah ditetapkan. Jarak antar titik tidak boleh kurang dari ± 200 m di seluruh lokasi pene­litian, jika titik terlalu dekat akan ada invidu yang terhitung lebih pada beberapa titik. Periode waktu yang dipergunakan adalah 10 menit untuk tiap titik, dengan menung­gu 2 menit saat kedatangan pada titik pengamatan. Setiap titik yang dibuat dilakukan pencatatan koordinat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS).
Asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah:
·                  Burung tidak mendekati pengamat atau terbang;
·                  Burung yang ada dalam sample dapat terdeteksi 100%;
·                  Burung tidak bergerak selama perhitungan;
·                  Burung berperilaku bebas (tidak tergantung satu sama lain);
·                  Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak berpengaruh terhadap habitat atau desain studi;
·                  Estimasi jarak akurat;
·                  Burung dapat teridentifikasi dengan baik seluruhnya.
Analisis data untuk kelimpahan individu :
π‘Ώπ’Š
𝑷𝑨𝒋= π…π’“πŸπ’‹
Diketahui :
PAj = Kelimpahan populasi pada titik pengamatan ke-j (individu/km2)
xi = Jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-i selama periode tertentu. Lr                = luas plot (lingkaran = Ο€r2j)
c. Metode VES (Visual Encounier Survey)
Pengamat mencari secara langsung dan mencatat jumlah individu, komposisi dan kepadatan kelompok. Data jumlah individu didapat dengan menghitung individu dari semua kelompok. Komposisi kelompok dibagi berdasarkan struktur umur yang diidentifikasi dari ukuran tubuh dan perilakunya. Kelompok dibedakan de­ngan mengidentifikasi jumlah, struktur umur, ciri fisik dan lokasi penemuan. Peng­ambilan data kepadatan populasi dilakukan dengan VES lapang untuk menemukan
ukuran dan komposisi. Kelompok yang ditemukan sebisa mungkin diikuti sehingga data yang didapat semakin akurat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi anggota kelompok yang sedang memisahkan diri.
- Analisa Habitat Satwa
Pengertian umum habitat menurut Alikodra (1990), adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun abiotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergu­nakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Satwa liar menempati habitat yang sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai fungsi menyediakan makanan, air dan pelindung. Habitat yang sesuai untuk suatu jenis, belum tentu sesuai untuk jenis yang lain, karena setiap satwa meng­hendaki kondisi habitat yang berbeda-beda (Dasman, 1981). Habitat suatu jenis satwa liar merupakan sistem yang terbentuk dari interaksi antar komponen fisik dan biotik serta dapat mengendalikan kehidupan satwa liar yang hidup di dalamnya (Alikodra, 1990).
Komponen habitat yang dapat mengendalikan kehidupan satwa liar (Shawn, 1985), terdiri dari:
1.            Pakan (food), merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap jenis satwa mempunyai kesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya. Sedangkan keterse­diaan pakan erat hubungannya dengan perubahan musim;
2.            Pelindung (cover), adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan per­lindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa;
3.            Air (water), dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam tubuh satwa.
·Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air dan/atau tidak tergantung air.
·Ketersediaan air pada habitat akan dapat mengubah kondisi habitat, yang secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh pada kehidupan satwa;
4. Ruang (space), dibutuhkan oleh individu-individu satwa untuk mendapatkan cukup pa­kan, pelindung, air dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang yang dibutuhkan tergan­tung ukuran populasi, sementara itu populasi tergantung besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas dan keragaman habitat.
            Tipe habitat merupakan komponen-komponen sejenis pada suatu habitat yang mendukung sekumpulan jenis satwa liar untuk beraktivitas. Tipe habitat yang diperlukan suatu satwa di identifikasi melalui pengamatan fungsi-fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur. Satwa memilih habitat yang tersedia dan sesuai untuk mempertahankan kelang­sungan hidupnya. Sedangkan struktur vegetasi merupakan susunan vertikal dan distribusi spasial tumbuh-tumbuhan (vegetasi) dalam suatu komunitas. Menurut Mueller, Dombois dan Ellenberg, 1974, struktur vegetasi berfungsi sebagai pengaturan ruang hidup suatu in­dividu dengan unsur utama adalah: bentuk partumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
PENDUGAAN POPULASI SATWA DAN ANALISIS HABITAT SATWA
A.          TUJUAN PRAKTIKUM
- Mempelajari cara melakukan sensus satwa liar yang ada di habitatnya dengan me­tode line transects dan point count;
- Melakukan pengamatan dan mengestimasi kepadatan populasi satwa di habitatnya; - Mengetahui tipe-tipe habitat satwa dan karakteristik habitat dan pengaruhnya terha­dap populasi satwa.
B.          ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kegiatan estimasi kepadatan populasi satwa liar, baik line transects maupun point count adalah:
- Binokuler                                                      - Kamera
- Tally sheet                                                    - Kompas
- Termometer                                                - Hygrometer
- Anemometer                                               - Teropong Binokuler
- GPS                                                                  - Alat tulis menulis
C.         CARA KERJA
Estimasi Kepadatan Populasi Satwa
a.         Kegiatan survey kepadatan populasi satwa liar di area Kampus dilakukan dengan metode transek garis dan point count.
b.       Pada pelaksanaan transek garis, jalur yang digunakan mengikuti trek jalan seta­pak yang telah ada dengan estimasi lebar ke kanan dan ke kiri masing-masing 25 meter.
c.         Pelaksanaan sensus dengan line transek dimulai dengan titik 0, yang merupakan awal pengamatan terhadap burung dan satwa liar lainnya yang ditemui di sepan­jang jalur transek.
d.        Pencatatan pada Tabel Tally sheet yang dilakukan meliputi jumlah dan jenis sat­wa liar, jaraknya dari pengamat serta jarak setiap titik pengamatan dari titik awal­nya (titik 0).
e.        Jika sensus satwa liar menggunakan metode point count dilaksanakan pada em- pat titik pengamatan (point count), dengan radius 25 meter dan jarak antar point count adalah 200 meter. Seperti halnya pelaksaan sensus dengan transek garis, maka pengamatan dan pencatatan dilaksanakan pada satwa liar yang dijumpai di area sejauh radius 25 meter dari lingkaran yang telah ditentukan. Metode line transek yang digunakan pada pengamatan dapat dilakukan dengan cara berjalan di sepanjang line transek pada jalan setapak, hal ini dikarenakan untuk efisiensi waktu dan menghemat biaya karena tidak perlu membuka jalan pengamatan baru. Lebar kanan kiri jalan setapak untuk pengamatan burung sebesar 50 m (25 m kanan dan 25 m kiri), dan panjang transek minimum 5% dari luas areal.
Analisis Habitat Satwa
Pelaksanaan kegiatan sensus dan estimasi populasi satwa liar juga diikuti oleh kegiatan analisis habitat satwa yang ada di area sensus. Karena keterbatasan alat dan kondisi lapangan, maka vegetasi yang diamati hanya berdasarkan karak­teristik dominan vegetasi yang dijumpai pada habitat satwa di sepanjang garis tran­sek maupun di dalam area point count.
a.         Amati dan catat jenis tumbuhan yang tumbuhan disekitra titik-titik pengamatan
b.       Tentukanlah kordinat titik-titik pengamatan satwa juga dilakukan melalui dengan GPS atau dengan handphone, ketinggian dari permukaan laut, kelembaban dan suhu serta kelerengannya.
c.         Catatlah apakah terdapat tumbuhan yang banyak menghasilkan biji-bijian dan buah-buahan yang berpotensi sebagai sumber daya makanan
d.        Catatlah apakah terdapat sumber daya air disekitar titik-titik pengamatan
Bolen and Robinson (1995) mengatakan bahwa kerapatan populasi ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:
a.         Keberadaan pakan, yang meliputi kualitas (cukup nutrisi) dan kuantitas (jumlahnya cukup banyak) makanan yang ada di kawasan tersebut.
b.       Penutupan vegetasi di kawasan tersebut, apakah kawasan tersebut bebas dari gangguan manusia ataupun tidak.
c.         Keberadaan rantai makanan, yang menyebabkan predator cepat berkembang ma­ka populasi satwa kecil akan lebih cepat punah.
d.        Kompetisi hidup antar jenis, hal ini sangat menentukan jenis satwa yang akan ber­tahan.
e.        Penyakit dan parasit, yang sedang mewabah di kawasan tersebut dapat mengaki­batkan beberapa jenis menjadi punah.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Buatlah seluruh data hasil pengamatan yang diperoleh dalam bentuk tabel, dis­kuskanlah dengan teman kelompoknya untuk membuat pembahasan hasil pengamat­an dan tariklah kesimpulan bila memungkinkan. Bila mengalami kesusahan mintalah petunjuk dari dosen dan asisten yang mengawas praktikum di laboratorium.



Tidak ada komentar: